Kamis, 17 Mei 2012

Sembilan Kantong Jenazah Digabung Menjadi Lima
Tim SAR memindahkan jenasah yang berhasil dievakuasi di Lapangan Cijeruk, Kabupaten Bogor, untuk kemudian diterbangkan ke Bandara Halim Perdanakusumah, Jakarta

HEADLINE NEWS, BOGOR — Tim SAR gabungan TNI, Polri, dan Badan SAR Nasional atau Basarnas, Kamis (17/5/2012) pagi, mengangkat lima lagi kantong jenazah yang berhasil ditemukan di Gunung Salak, Bogor, Jawa Barat. Lima kantong itu merupakan hasil pencarian sepanjang hari Rabu.

Koordinator Misi SAR Basarnas Ketut Purwa mengatakan, sebanyak 189 personel telah menyapu lokasi jatuhnya pesawat Sukhoi Superjet 100 sepanjang Rabu (16/5/2012). Namun, tim hanya mengumpulkan potongan tubuh korban ke dalam sembilan kantong jenazah.

Purwa menjelaskan, demi mengefektifkan pengangkatan dari tebing-tebing lokasi kecelakaan ke tempat penjemputan, sembilan kantong diringkas menjadi lima kantong. Pengangkatan sebenarnya akan diusahakan Rabu siang-sore kemarin, tetapi gagal karena kondisi cuaca dinilai tak memungkinkan.

"Tak ada penambahan personel untuk pencarian pada hari Kamis. Namun, kondisi 189 personel yang di atas masih siap untuk menyapu bersih, mereka sehat dan belum ada laporan sakit," ungkap Purwa di pos kendali utama di Desa Cipelang, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor,  Rabu malam.

Rabu, 16 Mei 2012

Simpan Dendam 5 Tahun, Pembunuhan Pun Dirancang
Barang bukti dan pelaku pembunuhan balas dendam diamankan Polrestabes Surabaya.
HEADLINE NEWS, SURABAYA — Dendam ternyata masih membara di dada TAM (30). Warga Kecamatan Tongas, Probolinggo, itu pun merancang pembunuhan terhadap Yusuf, seseorang yang dianggapnya teman pelaku pengeroyokan terhadap dirinya lima tahun silam di Bojonegoro.

Bersama tiga orang temannya, yakni PRI, ZA, dan AG, TAM membunuh Yusuf dan Agung di bawah tol Jalan Margomulyo Surabaya, Februari lalu. ''Yusuf tewas dengan luka tusuk, dan Agung dapat diselamatkan nyawanya meski menderita luka berat,'' kata Kapolrestabes Surabaya Kombes Tri Maryanto, Selasa (15/5/2012).

TAM membagi peran masing-masing temannya agar dapat melancarkan aksi pembunuhan itu dengan sempurna. Bahkan, tersangka AG mengaku menjadi polisi berpangkat Aiptu dari Polsek Tandes. ''Sebenarnya ada enam tersangka pelaku pembunuhan itu, dua tersangka masih dalam pengejaran polisi, yakni YY dan YO,'' ujar Kombes Tri Maryanto.

Selain mengejar dua pelaku lainnya, polisi juga mengaku berhati-hati mendalami kasus pengeroyokan tersebut karena beredar kabar bahwa pembunuhan itu adalah rentetan aksi balas dendam yang melibatkan dua perguruan pencak silat besar di Jawa Timur.

Keempat pelaku berikut barang bukti berupa wig, jaket, pisau, dan satu unit sepeda motor kini diamankan di Mapolrestabes Surabaya. Tersangka diancam hukuman seumur hidup karena melanggar Pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana.

Selasa, 15 Mei 2012

 Ibu Satu Anak Alami 9 Luka Tusukan
 
 ILUSTRASI
TEGAL - Kasus kekerasan dalam rumah tangga terjadi di Kota Tegal, Jawa Tengah. Ina Mustika (21), ibu satu anak warga Jalan Blanak, RT 3, RW 1, Kelurahan Tegalsari, Kecamatan Tegal Barat, dianiaya suaminya, Taryanto (21). Selain mengalami sembilan luka tusukan di tubuhnya, dia juga mengalami luka memar di kepala.
Penganiayaan terjadi pada Minggu (13/5/2012) malam di rumah mereka. Hingga Selasa (15/5/2012) ini, korban masih dirawat secara intensif di Rumah Sakit Umum Islam Harapan Anda, Kota Tegal. Korban belum bisa berbicara, karena kondisinya masih lemah. Adapun suaminya, sang pelaku penganiayaan, tidak diketahui keberadaannya.
Berdasarkan keterangan dokter bedah yang merawat korban, Agus Priyadi, korban mengalami sembilan luka di bagian dada, perut, paha, dan lengan. Bahkan luka tusukan di dada menembus ke dinding paru-paru.
Slamet (42), ayah Ina, saat ditemui di RSU Islam Harapan Anda, mengatakan, peristiwa tersebut pertama kali diketahui tetangga yang tinggal di sekitar rumah anaknya.
Sejak menikah pada Agustus 2007, Ina dan suaminya tinggal di rumah sendiri, yang merupakan rumah pemberian Slamet. Mereka memiliki satu anak perempuan, Naila (3,5).
Ina ditemukan para tetangga di depan rumahnya, pada Minggu sekitar pukul 23.00 WIB. Saat itu setelah dianiaya suaminya, korban berhasil keluar dari rumah dalam kondisi terluka parah, dan berteriak meminta tolong kepada tetangga-tetangganya.
"Anak saya kemudian dibantu tetangga-tetangga yang mendengar teriakan minta tolong," kata Slamet, yang tinggal di satu kelurahan dengan korban.
Slamet mengaku tidak mengetahui secara pasti motif penganiayaan tersebut. Menurut dia, selama ini rumah tangga anak pertamanya tersebut memang sering bermasalah.
Ia beberapa kali mendengar cerita dari tetangga anaknya bahwa korban sering dianiaya suaminya. Slamet juga beberapa kali mendapati Ina dalam kondisi memar di beberapa bagian tubuh. Namun Ina tidak pernah mengakui bahwa luka memar tersebut akibat penganiayaan suami.
Sejak menikah hingga saat ini, Slamet juga selalu memasok uang untuk kebutuhan Ina dan keluarganya, karena Taryanto tidak memiliki penghasilan dan pekerjaan tetap. Taryanto yang bekerja sebagai nelayan, hanya sekali-sekali melaut atau membantu mengurusi kapal milik Slamet.
Slamet sangat berharap, agar menantunya bisa segera ditemukan, guna mempertanggungjawabkan perbuatannya. Ia menyerahkan semua proses hukum kepada polisi. " Saat ini fokus saya pada penyembuhan anak saya," ujarnya.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Tegal Kota, Ajun Komisaris Heriyanto, mengatakan, pihaknya masih menyelidiki kasus tersebut. Polisi masih menunggu kesembuhan korban, untuk bisa dimintai keterangan.
Wakil Wali Kota Tegal, Habib Ali Zaenal Abidin, yang datang menengok korban di rumah sakit, mengatakan, Pemkot Tegal akan memberikan pendampingan kepada korban dan saksi. Selain itu, pemkot juga menyediakan layanan rehabilitasi sosial, bimbingan rohani, dan menyediakan rumah aman untuk pemulihan korban.
Berdasarkan data Badan Pemberdayaan Masyarakat (Bapermas) Kota Tegal, sejak Januari 2012 hingga saat ini, tercatat empat kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) terjadi di Tegal. Tiga kasus merupakan kasus pelecehan seksual, sedangkan satu kasus lainnya merupakan kasus penganiayaan.
"Kami juga meminta polisi untuk segera menangani kasus ini," kata Habib Ali.

Senin, 14 Mei 2012

 Bawa Sepotong Kayu, Rosidi Dituntut 10 Tahun Bui
 
 Rosidi, terdakwa pencuri kayu.
KENDAL - Dituntut 10 tahun, terdakwa kasus pencurian sebatang kayu jati di petak 57A RPH Tanjung BKBH Kalibodri RPH Kendal, Rosidi (47), warga Dusun Pidik, Desa Wonosari, Pegandon, Kendal, Jawa Tengah, minta dibebaskan.

Permintaan itu dibacakan oleh kuasa hukumnya dari lembaga bantuan hukum (LBH), lewat sidang di Pengadilan Negeri Kendal Jawa Tengah, Senin (14/5/2012). Sidang yang sampai pada pembacaan eksepsi ini, mengundang simpati masyarakat yang berprofesi sebagai petani. Sehingga ruang sidang penuh. Sidang dimulai sekitar  pukul 11.00 berakhir 45 menit kemudian.

Usai sidang, kuasa hukum terdakwa dari LBH Semarang, Slamet Haryanto mengatakan, kliennya harus dibebaskan. Pasalnya, kayu yang dibawa terdakwa, sudah tebangan. Terdakwa yang tidak bisa baca tulis tersebut, dikatakan oleh Slamet, membawa kayu tersebut karena melihat kayu tersebut melintang di jalan saat dia pulang dari sawah.

"Kayu yang dibawa terdakwa bentuknya sudah persegi panjang dan tidak bulat lagi. Panjang kayu itu, hanya 3,20 meter dan lebernya hanya 12X10 centimeter," kata Slamet.

Slamet menambahkan, laporan yang dibuat oleh polisi juga janggal. Sebab dalam laporan itu, terdakwa dilaporkan pada 5 Juli 2011. Padahal kasusnya 5 November dan ditangkap 22 Februari 2012. Untuk itu, Slamet meminta agar kasus ini ditinjau kembali.

"Sesuai permintaan keluarga terdakwa, terdakwa supaya ditangguhkan penahanannya. Sebab ia menjadi tulang punggung keluarga. Sebagai jaminannya, adalah keluarga," tambahnya.

Istri terdakwa, Ngadiyah (40), meminta supaya suaminya dibebaskan. Sebab ia yakin sang suami tidak bersalah. Ia mengaku, tidak tahu kejadian sebenarnya. Saat petugas polisi datang ke rumahnya, ia bersama suami sedang bertanam padi di sawah. "Ada tetangga yang bilang sama saya, kalau ada beberapa polisi ke rumah. Saya terkejut," kata Ngadiyah.

Mendengar kabar ada polisi yang datang, ia bersama suami langsung pulang. Tapi ketika sampai di rumah petugas polisi sudah tidak ada. Karena suaminya bingung dan takut, lalu ia pergi ke rumah sahabatnya di Ngarianak, Singorojo Kendal. Kemudian oleh temannya ia disuruh ke kantor perhutani Kendal. "Suami saya lalu ke kantor Perhutani Kendal. Di kantor itu, suaminya disuruh pulang," jelasnya.

Dua hari setelah pulang dari Perhutani, tambah Ngadiyah, suaminya mendapat undangan dari Polsek Pegandon. Didampingi oleh Ngadiyah, terdakwa pun berangkat ke kantor polisi sektor Pegandon. Tapi, ia langsung ditahan. "Saya bingung. Kenapa tiba-tiba suami saya ditahan. Saya minta agar suami saya dibebaskan karena tidak bersalah," tambahnya.

Rosidi dituntut 10 tahun penjara, sesuai Pasal 50 junto 78 Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Meskipun dipadati oleh petani, sidang yang dipimpin oleh I Ketut Mardika tersebut, berjalan aman dan lancar. 

Sabtu, 12 Mei 2012

Terduga Teroris Ditangkap Saat Adiknya Dilahirkan
 
 Rudy Hartono, ayah terduga teroris RDF yang ditangkap anggota Densus 88, Jumat (11/5/2012) siang, saat mendatangi Mapolresta Solo di hari yang sama.
SOLO — Orangtua RDF (17), Rudy Hartono (44), hanya bisa pasrah saat mendapat kabar dari tetangganya bahwa anak sulung dari lima bersaudara itu ditangkap petugas Detasemen Khusus Antiteror 88 Polri di Solo, Jawa Tengah, Jumat (11/5/2012).

Saat RDF ditangkap, Rudy tengah berada di rumah sakit untuk menunggui istrinya, Sri Rejeki (40), yang sedang melahirkan anaknya yang kelima. Anak kelima Rudy tersebut lahir berjenis kelamin laki-laki dan lahir dengan kondisi kurang stabil. Sambil berkaca-kaca, Rudy berharap anak bungsunya tersebut bisa sehat.

Seusai mendengar kabar mengejutkan tentang RDF, Rudy mendatangi Markas Polresta Solo didampingi Humas Laskar Umat Islam Surakarta Hendro Sudarsono untuk mengklarifikasi penangkapan tersebut. Setelah mendapat konfimasi bahwa benar Densus 88 telah menangkap RDF dengan dugaan aksi terorisme, Rudy mendesak polisi supaya tidak menganiaya anaknya karena ada luka tangan akibat tabrakan tiga tahun lalu.

Rudy masih tidak percaya kalau anaknya terlibat terorisme. Menurutnya, setelah anaknya pulang dari Bandung sebagai karyawan restoran tiga tahun, RDF aktif di masjid dan tidak ada kaitannya dengan terorisme. "Anak saya ini tidak lagi sekolah setelah mengalami kecelakaan sepeda motor. Karena saya tidak ada biaya, terpaksa dirinya putus sekolah dan bekerja. Dia pernah bekerja di Bandung berjualan ayam selama tiga bulan," kata Rudy, yang berprofesi sebagai pedagang angkringan tak jauh dari rumahnya.

RDF ditangkap di dekat rumahnya di kawasan Semanggi, Solo, Jumat siang. Penangkapannya diwarnai keributan karena warga mengira petugas Densus 88 yang menangkapnya justru dikira hendak membuat keributan di kampung tersebut.

Di hari yang sama, aparat Densus 88 juga membekuk tersangka lain bernama Tg (21) alias Parkit, warga Gunungan, Giri Roto, Ngempak, Boyolali, saat ia menjaga parkir di Blok 3, Pasar Legi, Kota Solo. Tg dan RDF diduga terlibat terorisme jaringan Medan dan komplotan pengeboman Gereja Bethel Injil Sepenuh, Kepunton, Jebres, Solo.

Jumat, 11 Mei 2012

 21.000 TKI Kendal Tak Bisa Ikuti Proses E-KTP
 
 Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kendal, Astuti Watiningrum
KENDAL  - Sekitar 21.000 tenaga kerja Indonesia atau wanita asal Kabupaten Kendal, Jawa Tengah, kemungkinan tidak bisa mengikuti perekaman data kartu tanda penduduk elektronik atau e-KTP sesuai target akhir perekaman data pada September 2012.
Sesuai data dari Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kendal, ribuan TKI/TKW belum pulang pada bulan tersebut karena kontrak kerja mereka belum selesai. Dengan demikian, para "Pahlawan Devisa" itu harus melakukan perekaman data e-KTP secara reguler setelah September 2012.
Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) Kabupaten Kendal Astuti Watiningrum mengatakan, meskipun pemerintah pusat menargetkan penyelesaian rekam data e-KTP pada Oktober, pemerintah Provinsi Jawa Tengah menetapkan batas akhir perekaman data sebulan sebelumnya. Target batas waktu lebih awal itu telah disampaikan oleh Gubernur Bibit Waluyo.
Astuti mengatakan, Disdukcapil Kendal sudah melakukan koordinasi dengan para camat. Ia meminta agar para camat melaporkan kepulangan para TKI/TKW di lingkungannya sebelum batas akhir rekam data e-KTP. "Koordinasi sudah kami lakukan sehingga para TKI/TKW tersebut tetap bisa membuat e-KTP," kata Astuti, Kamis (10/5/2012).
Astuti menegaskan, proses pembuatan e-KTP secara reguler tidak akan dipungut biaya. Semua biaya akan ditanggung oleh pemerinrtah daerah. Kebijakan tersebut sudah dikemukakan oleh Bupati Kendal Widya Kandi Susanti.
Dari 830.130 warga wajib e-KTP di Kendal, saat ini baru sekitar 26,9 persen atau 223.323 orang yang telah mengikuti proses rekam data e-KTP.

Kamis, 10 Mei 2012

Teroris Menyaru Pelajar di Kediri
 
 Suasana lembaga kursus bahasa Inggris Kresna di lingkungan kampung kursusan bahasa Inggris, Pare, Kabupaten Kediri, Jawa Timur, di mana teroris disebut pernah menyaru sebagai pelajar.
KEDIRI — Hari Kuncoro dan Cahya Fitrianto, tersangka tindak pidana terorisme yang ditangkap Detasemen Khusus Antiteror 88 pada 9 Juni 2011 dan 17 Maret 2012, diduga pernah tinggal bersama di sebuah rumah indekos di Pare, Kabupaten Kediri, Jawa Timur.
Mereka berdua tinggal di rumah indekos milik Mbah Muah, warga Jalan Asparaga 7, Tegalsari, Tulungrejo, Pare. Tempat ini dikenal sebagai kampung yang banyak terdapat lembaga kursus bahasa Inggris.
Di rumah indekos yang dikelola oleh menantu Muah, Watik Mistyorini, tersebut, Hari dan Cahya datang secara bertahap sekitar November 2010 hingga Februari 2011. Cahya datang lebih dulu, seminggu kemudian disusul oleh Hari yang merupakan adik Dulmatin. Pada saat di Pare itu, keduanya belajar bahasa Inggris di beberapa lembaga kursus, seperti kursus Kresna yang terletak hanya sekitar 200 meter dari tempat mereka menyewa kamar.
Informasi ini terungkap saat pengelola lembaga kursus Kresna didatangi oleh tiga orang berpakaian sipil yang mengaku dari Jakarta, Selasa (8/5/2012). Dengan didampingi oleh tiga orang polisi berseragam dinas dari Polres setempat, ketiga orang yang diduga kuat anggota Densus 88 itu mengonfirmasikan kebenaran nama Cahya serta Hari sebagai alumni lembaga kursus tersebut.
Pihak lembaga kursus yang diwakili oleh pemiliknya, Sri Suhartik, sempat kesulitan saat melakukan pengecekan terhadap data kearsipan alumni lembaganya. Hal itu dikarenakan peserta kursus datang silih berganti dan jumlah alumninya hingga kini mencapai ribuan orang sehingga ia susah mengingatnya.
"Mereka (petugas berpakaian sipil) cross check dengan menunjukkan lembar BAP, isinya Cahya Fitrianto dan Hari Kuncoro pernah kursus di sini. Bahkan di BAP itu kalau enggak salah nama Cahya Fitrianto ada 12 nama aliasnya, tapi semua namanya kami cari di arsip tidak ada," kata Sri, Rabu (9/5/2012) malam. Dalam BAP itu pula, kata Sri, diterangkan bahwa selain belajar di Kresna, Cahya dan Hari menyewa kamar di rumah milik Watik.
Saat itu juga dilakukan penelusuran rumah indekos dan berhasil menemukan rumah yang dimaksud, yaitu rumah milik Mbah Muah beserta Watik Mistyorini, menantunya. Saat petugas menunjukkan foto Hari, Watik mengingatnya sebagai salah satu orang yang pernah menyewa kamarnya beberapa waktu lalu. Ia juga mengingat seorang rekan Hari bernama Yoyok seperti dalam foto yang ditunjukkan sebagai Cahya.
"Kalau (foto) Yoyok, saya agak pangling (lupa) wajahnya karena rambutnya beda, tapi kalau (foto) Hari saya ingat. Dulu satu minggu setelah Yoyok tinggal di sini, Hari baru datang, dan mereka tinggal sekamar," ujar Watik.
Baik pengelola Kresna maupun pemilik indekos kaget saat diberitahu bahwa nama tersebut adalah tersangka teroris. Pemilik rumah yang disewakan akhirnya sempat dibawa ke Mapolres Kediri untuk dimintai keterangan selama hampir tiga jam. "Saya kaget, tidak menyangka kok seperti ini. Yoyok belajarnya rajin, kalau Hari orangnya supel," kata Watik.
Polisi menangkap Hari Kuncoro, buronan bom Bali I, pada 9 Juni 2011 di Pekalongan, Jawa Tengah. Adapun Cahya ditangkap pada 17 Maret 2012 di kamar 217 sebuah hotel di Jalan Dewi Sartika, Bandung, atas dugaan pelatihan militer dengan senjata api M16 di Poso.
Tidak lama setelah penangkapan Cahya, Mabes Polri menggelar jumpa pers pada Jumat (23/3/2012). Pada kesempatan itu, Polri mengungkapkan bahwa Cahya dan Hari pernah melaksanakan latihan bongkar pasang senjata api di Pare, Kediri.